Selasa, 26 Juni 2018

CONTOH PTK TERBARU BIMBINGAN KONSELING SMA KELAS XI

CONTOH PTK TERBARU BIMBINGAN KONSELING SMA KELAS XI-Budaya konsumtif merupakan fenomena yang kerap terjadi belakangan ini. Hal ini dikarenakan bergesernya pola kehidupan pertanian kepada kehidupan industri. Perubahan ini menyebabkan masyarakat mulai mengembangkan tata nilai dan kehidupan baru termasuk pada remaja.Berbagai tayangan negatif bermunculan seperti, tayangan sinetron, gaya hidup, model terbaru, iklan dan juga tayangan-tayangan infotainment yang kurang begitu bermanfaat yang menggembor-gemborkan kemewahan hidup muncul di televisi dan tentunya menjadi tontonan khalayak khususnya remaja.contoh ptk bk sma doc
.
Semakin banyaknya majalah remaja, iklan, dan media yang mengeksploitasi gaya hidup mewah dan mencolok, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya produk yang ditunjukan untuk remaja, diantaranya produk hiburan, pakaian, elektronika, dan sebagainya. Secara tidak sadar hal tersebut mendorong remaja untuk membeli terus-menerus sehingga menyebabkan remaja semakin berperilaku konsumtif. Dengan demikian, perilaku membeli yang ditunjukan remaja tidak lagi dilakukan karena suatu kebutuhan, melainkan karena alasan-alasan lain seperti sekedar mengikuti arus mode, mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial, bahkan demi harga diri remaja.

Untuk memperoleh dukungan sosial, remaja berupaya memperoleh dengan cara berpenampilan menarik, yaitu dengan menggunakan berbagai barang yang dianggap trend dan modern dengan harapan memperoleh penghargaan dari kelompoknya. Seperti yang dituturkan oleh remaja dalam sebuah aritikel, remaja berpendapat bahwa untuk mengakat harga diri dan dapat eksis sebagai remaja perlu menyesuaikan diri terhadap perkembangan food, fashion and fun (makanan, pakaian dan hiburan). Pada akhirnya remaja berlomba-lomba menggapai harga diri berperilaku konsumtif.
Selain itu, Lahmanindra (2006) mengemukakan beberapa alasan mengapa perilaku konsumtif lebih mudah menjangkiti kalangan remaja. Salah satunya karena secara psikologis remaja masih berada dalam proses mencari jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar. Masa remaja merupakan masa penuh gejolak emosi sehingga mereka mudah terkena pengaruh lingkungan. Pembelian tidak lagi sekedar berkaitan dengan nilai guna suatu benda untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi kini berkaitan dengan unsur-unsur simbolik untuk menadai kelas, status, atau simbol sosial tertentu.ptk bk sma kls xi terbaru.


Laporan penelitian tindakan kelas ini membahas BIMBINGAN KONSELING SMA yang diberi  Judul "Penggunaan Teknik Assertive Training Dalam Mereduksi Perilaku Konsumtif Remaja Pada Siswa Kelas Xi Sman ......... Tahun Pelajaran .........." . Disini akan di bahas lengkap.

PTK ini bersifat hanya REFERENSI saja kami tidak mendukung PLAGIAT, Bagi Anda yang menginginkan FILE PTK BK SMA KELAS XI lengkap dalam bentuk MS WORD SIAP DI EDIT dari BAB 1 - BAB 5 untuk bahan referensi penyusunan laporan PTK dapat {SMS ke 081 -7283- 4988} dengan Format PESAN PTK 049 SMA).

A.CONTOH LENGKAP PTK BK SMA KELAS XI TERBARU

BAB I
PENDAHULUAN

Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pokok bahasan yang dipaparkan pada bagian ini adalah latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, asumsi, hipotesis, metode penelitian dan lokasi dan sampel penelitian.

A. Latar Belakang

Remaja merupakan salah satu golongan dalam masyarakat dan merupakan suatu kelompok manusia yang jumlah populasinya cukup besar sehingga tidak lepas dari pengaruh konsumtif ini. Remaja sebagai konsumen yang mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya mereka mempunyai ciri khas dalam berpakaian , berdandan, gaya rambut, tingkah laku, dan kesenangan musik.
Fenomena yang terjadi diambil dari (kompas.com) yaitu maraknya masyarakat Bandung berbelanja di sejumlah toko barang bekas, kini bukanlah sesuatu yang aneh. Pasalnya, lingkungan berkonsumsi yang tinggi di kota dagang dan jasa ini, mempengaruhi karakteristik warganya untuk konsumtif. Menurut Rina Indiastuti, pengamat ekonomi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), tingginya tingkat belanja warga Bandung di toko barang bekas lebih disebabkan lingkungan konsumtif yang cukup tinggi. "Bukan karena perilaku individunya," Ditambah lagi, dinamika penduduknya terhadap perubahan jaman, khususnya fashion, membuat lebih mudah bosan dengan apa yang sudah dimiliki. Akibatnya, ingin selalu mengganti barang yang dimiliki dengan barang baru meskipun barang tersebut bukan barang "baru" alias bekas.contoh ptk bk pdf
Perilaku konsumtif ini membuat remaja khususnya siswi-siswi rentan terlibat hal-hal negatif. Tanpa didukung oleh dana yang memadai, dalam hal ini pendapatan orang tua, siswa berusaha untuk memenuhi hasratnya dengan berbagai cara, seperti memalak, menipu, dan mencuri. Sedangkan beberapa remaja putri rela menyerahkan diri berbuat asusila demi materi yang ingin didapatnya untuk keperluan konsumtifnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Doktor Herier Puspitawati, staf pengajar Fakultas Ekologi Institut Pertanian Bogor, yang menyatakan bahwa pergaulan dan pola hidup konsumtif mejadi alasan para pelajar bogor menjadi pekerja seks (Anonim, 2007).
Fenomena lain yaitu yang diambil dari (detikNews.com) Fenomena BB (BlackBerry) sudah tidak diragukan lagi. BB sudah menjadi idola baru, dua orang jaksa menjual barang bukti sebanyak 5.000 butir Karena tidak dapat menghindar dari godaan dan juga mungkin sudah tergiur akan penampilan si BB tadi, maka ke dua jaksa ini menutup hati nuraninya dan melakukan segala cara yaitu dengan teganya mengambil Barang Bukti ekstasi tadi dan menjualnya untuk mendapakan blackberry.
Fenomena diatas jelas memberikan gambaran bahwa setiap individu pasti mempunyai jiwa konsumtif hanya saja kadarnya berbeda-beda.
Kemampuan untuk tidak berperilaku konsumtif dipengaruhi oleh kontrol diri, sehingga diharapkan seorang remaja mampu mengendalikan perilakunya. Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu , mengatur, dan mengarakan perilakunya salah satunya yaitu dengan menggunakan teknik assertif.
Teknik yang digunakan untuk mereduksi perilaku konsumtif remaja melalui pendekatan behavioral adalah teknik assertive training. Teknik assertive training bisa diterapkan pada situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan layak atau benar.download ptk bk sm terbaru
Penggunaan teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa banyak orang menderita perasaan cemas dalam berbagai situasi interpersonal. Latihan asertif merupakan sasaran membantu individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal (Corey, 2005:2 15). Oleh karena itu, berbagai gangguan dan problem interpersonal dapat ditangani dengan cara meningkatkan keterampilan perilaku asertif. Individu yang memiliki keterampilan asertif lebih mungkin untuk berhasil dalam membina hubungan interpersonal dan dalam kehidupan yang lebih luas dibanding individu lain yang tidak asertif
Sofyan (2007:72) mengatakan bahwa teknik assertive training akan membantu bagi orang-orang yang (1) tidak dapat mengungkapkan kemarahan atau kejengkelannya; (2) mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan daripadanya; (3)mereka yang mengalami kesulitan dalam berkata “TIDAK”; (4) mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon positif lainya; (5) mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan pikiran.
Sebagai remaja, banyak sekali tekanan yang dihadapi dari teman sebaya. Tekanan ini bisa berupa ajakan, rayuan, bahkan paksaaan, untuk ikut atau melakukan sesuatu yang sebetulnya tidak ingin dilakukan atau tidak sepantasnya dilakukan. Ajakan, rayuan, dan paksaan tersebut biasanya disertai dengan iming-iming atau janji-janji yang akan diperoleh atau bahkan ancaman bila menolaknya. Menghadapi tekan ini , banyak di antara para remaja yang tidak berani atau ragu-ragu untuk berkata “tidak” karena berbagai alasan, mereka sulit untuk tegas diantaranya: takut tidak punya teman, takut dimusuhi atau takut dianggap tidak “gaul”.
Melihat fenomena perilaku konsumtif pada remaja maka mendorong untuk dilakukannya penelitian tentang bagaimana cara mereduksi perilaku konsumtif pada remaja melalui teknik assertive training, hal ini penting dilakukan karena akan membantu remaja untuk bersikap tegas terhadap dirinya sendiri maupun orang lain, dan mereduksi perilaku konsumtif di kalangan remaja.
Dari paparan di atas, maka penelitian yang dilakukan difokuskan pada “Penggunaan Teknik Assertive Training dalam Mereduksi Perilaku Konsumtif Remaja”

B. Rumusan Masalah

Secara umum rumusan masalah yang akan menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini adalah apakah teknik assetive training dapat mereduksi perilaku konsumtif remaja, adapun pertanyaan penelitian dijabarkan sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran umum perilaku konsumtif di SMA ..........;
2. Bagaimana perubahan perilaku konsumtif di SMA .......... setelah mengikuti pelatihan assertif.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai penggunaan teknik assertive training dalam mereduksi perilaku konsumtif di kalangan remaja.
Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Memperoleh gambaran umum mengenai perilaku konsumtif di SMA ...........
b. Memperoleh gambaran mengenai hasil dari pelatihan asertif dalam mereduksi perilaku konsumtif remaja di SMA ...........
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Siswa
Siswa yang memiliki perilaku konsumtif agar mampu mengendalikan keinginannya untuk mengkonsumsi barang dan juga memberi gambaran mengenai pentingnya bersikap assertive dalam kehidupan sehari-hari guna menghindari perilaku konsumtif.
b. Bagi Guru Pembimbing
Agar dapat mengetahui kebutuhan dari siswa yang memiliki perilaku konsumtif sehingga dapat mengembangkan program bimbingan, dan memberikan bantuan untuk mereduksi perilaku konsumtif.
c. Bagi Sekolah
Memberikan gambaran umum siswa yang memiliki kebiasaan konsumtif dan cara-cara penanganannya.

D. Asumsi

1. Remaja merupakan kelompok yang berorientasi konsumtif karena kelompok ini suka mencoba hal-hal yang dianggap baru (Sumartono, 2002).
2. Pola konsumsi seseoarang terbentuk pada usia remaja (Tambunan, 2001)
3. Remaja memiliki karakter emosi yang labil dan mudah dipengaruhi sehingga
mendorong munculnya perilaku membeli sesuatu yang tidak wajar
(Mahdalena, 1998)
4. Asertif adalah respon yang berusaha untuk mempertahankan keseimbangan yang sesuai antara kepasifan dan keagresifan. Perilaku asertif berbeda dengan perilaku agresif (yang cenderung merugikan orang lain), karena perilaku asertif adalah ekspresi emosi dan kognisi yang memberikan respek terhadap diri sendiri dan orang lain (Nanik Yuliati, 2004: 107).
E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu “Penggunaan teknik assertive training dapat mereduksi perilaku konsumtif remaja”.
F. Metode Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran empiris mengenai keadaan yang berlangsung pada saat penelitian ini dilakukan.
Metode penelitian yang digunakan yaitu pra eksperimen, dengan desain one group pretest-posttest design atau desain pra tes-pasca tes satu kelompok. Desain one group pretest-posttest design yaitu desain penelitian pra eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding.
G. Lokasi dan Sampel Penelitian

Lokasi yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah sekolah yang memiliki peluang dalam penjaringan data dengan karakteristik siswa yang berada di sekolah swasta pavorit di Bandung, berada di tengah-tengah kota yang berada dekat dengan lokasi perbelanjaan disekitar sekolah. Sekolah yang memenuhi karakteristik tersebut adalah SMA .......... yang terletak di jalan Balonggede No.28 Bandung. Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 1993:104). Sampel ditentukan untuk memperoleh informasi tentang obyek penelitian dengan mengambil representasi populasi yang diprediksikan sebagai inferensi terhadap seluruh populasi. Sampel pada penelitian ini yaitu siswa SMA .......... kelas XI di duga memiliki perilaku konsumtif yang tinggi.ptk bimbingan konseling kelas xi sma


B.CONTOH PTK BK  METODE TERBARU SMA KELAS XI

BAB II
TEKNIK ASSERTIVE TRAINING UNTUK MEREDUKSI PERILAKU
KONSUMTIF REMAJA


Dalam bab ini dikemukakan mengenai konsep seputar teknik assertive untuk mereduksi perilaku konsumtif remaja. Terlebih dahulu diuraikan penelitian awal seputar konsep teknik assertive training. Kemudian dikemukakan pembahasan mengenai konsep perilaku konsumtif serta layanan bimbingan dan konseling untuk mereduksi perilaku konsumtif remaja melalui penggunaan teknik assertive training.

A. Konsep Teknik Assertive Training

Pendekatan behavioristik merupakan pendekatan perilaku yang menekankan pada perubahan perilaku individu dengan mengedepankan proses-proses pembiasaan dalam prinsip-prinsip pembelajaran (Corey,2005:193). Setiap orang dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan negatif yang sama. Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. Dalam konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi¬kondisi belajar.

Berikut ciri-ciri pendekatan behavioral menurut Thoresen (Surya, 2003: 25), sebagai berikut.

a. Kebanyakan perilaku manusia dipelajari karena itu dapat diubah.

b. Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individual dapat membantu dalam mengubah perilaku yang relevan. Prosedur konseling berusaha membawa perubahan yang relevan dalam perilaku klien dengan mengubah lingkungan.

c. Prinsip-prinsip belajar seperti reinforcement dan social modelling, dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur konseling.

d. Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam perilaku-perilaku khusus di luar wawancara prosedur konseling.

e. Prosedur konseling tidak statis, tetap atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus didesain untuk membantu klien dalam memecahkan masalah khusus.

Menurut teori behavioral, perilaku adalah hasil dari suatu pembelajaran atau pengkondisian. Perilaku pada manusia merupakan reaksi atas stimulasi yang diberikan oleh lingkungan dari luar dirinya. Berdasarkan prinsip operant conditioning, sekali suatu perilaku telah termanifestasikan maka sangat besar kemungkinan perilaku tersebut akan muncul kembali. Perilaku asertif dalam pergaulan yang lebih luas berkembang menjadi suatu keterampilan sosial dalam menghargai keinginan diri dan menghargai hak orang lain. Salah satu lingkungan pembentuk perilaku asertif seseorang adalah kebiasaan atau budaya interaksi dengan orang lain.

Teknik yang digunakan untuk mereduksi perilaku konsumtif remaja melalui pendekatan behavioral adalah teknik assertive trainingAsertivitas berasal dari bahasa Inggris, yaitu assert yang berarti menyatakan, menegaskan, menuntut, dan memaksa. Menurut kamus Inggris-Indonesia (John M. Echols dan Hassan Shadily, 1995: 41) kata kerja assert berarti menyatakan atau menegaskan. To assert dapat juga berarti menyatakan dengan sopan dan manis serta hal-hal lain yang menyenangkan diri sendiri. Asertif adalah perilaku yang dipelajari atau dibiasakan.
Menurut Rathus (1980 : 81) “....assertive behavior is rather the expression of oneself in a manner that is consistent with the way he feels. Directly express his though and his feelings” jadi, perilaku assertive adalah pengekspresian perasaan, pikiran dan meyakinan kepada orang lain secara langsung, jujur terbuka dan tepat.

Perilaku asertif adalah suatu perilaku seseorang yang merespon suatu stimulus dari lingkungannya dengan tegas dan menjaga hak dirinya tanpa melanggar hak orang lain (Amelia : 2008). Sebagaimana yang diungkapkan oleh Myers (1992) perilaku asertif adalah pengekspresian perasaan dan keyakinan sendiri dengan cara terbuka, jujur, langsung dan tepat, memperhitungkan perasaan-perasaan dan keyakinan-keyakinan orang lain, serta mempertahannkan hak-hak pribadi dengan cara yang tidak melanggar, menggangu atau mengancam hak-hak orang lain. Dalam bersikap asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam mengekspresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan atau pun merugikan pihak lainnya.ptk bk sma doc.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh dengan Corey (2005) perilaku asertif adalah ekspresi langsung, jujur, dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa kecemasan yang beralasan. Langsung artinya pernyataan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat terfokus dengan benar. Jujur berarti pernyataan dan gerak-geriknya sesuai dengan apa yang diarahkannya. Sedangkan pada tempatnya berarti perilaku tersebut juga memperhitungkan hak-hak dan perasaan orang lain serta tidak melulu mementingkan dirinya sendiri.
Sikap asertif berarti mengkomunikasikan apa yang diinginkan secara jelas dengan menghormati hak pribadi dan hak orang lain. Selain itu, sikap asertif merupakan ungkapan perasaan, pikiran, pendapat, dan kebutuhan secara jujur dan wajar. (Rathus dan Nevid, 1980) mengkategorikan 10 tingkah laku asertif, sebagai berikut.
a. Cara Bicara asertif yaitu cara individu mengemukakan hak-hak atau berusaha mencapai tujuan tertentu dalam suatu situasi dan memberi pujian untuk menghargai tingkah laku seseorang dan juga memberi feed back positif pada individu lain.
b. Mengungkapkan perasaan-perasaan pada individu lain secara spontan dan tidak berlebihan.
c. Menyapa dan memberi salam pada individu lain dan individu yang ditemui termasuk individu yang baru dikenal dan membuka percakapan.
d. Menampilkan cara yang efektif untuk menyatakan setuju atau tidak setuju.
e. Menanyakan alasan ketika diminta untuk melakukan sesuatu, tidak langsung menyanggupi ataupun menolaknya.
f. Membicara mengenai diri sendiri.
g. Menghargai pujian dan menerima pujian.
h. Menolak untuk menerima begitu saja pendapat orang lain.
i. Menatap mata lawan bicara.
j. Menampilkan respon melawan rasa takut, tidak menampilkan tingkah laku yang dapat memancing rasa cemas.
Menurut Rathus(1980) orang yang asertif merasa bebas untuk menyatakan diri dihadapan orang lain, orang tersebut mampu menggungkapkan pikiran, perasaan, pikiran, dan keyakinan secara langsung jujur dan terbuka. Orang yang asertif memiliki ciri mampu mengekspresikan perasaan dengan baik pada semua orang karena orang tersebut mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, disamping orang yang asertif mampu menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan diri tanpa mengesampingkan arti orang lain (Rathus, 1980).
Myers (1992:88) mengungkapkan karakteristik orang yang asertif adalah:
a. Merasa bebas untuk mengekspresikan diri untuk perasaan mereka
b. Mampu berkomunikasi dengan orang-orang dari berbagai level, orang asing,keluarga, dan teman-teman. Melalui komunikasi yang terbuka, langsung,jujur, dan sesuai dengan situasinya
c. Memiliki orientasi yang aktif terhadap hidup, bertanggung jawab terhadap berbagai kejadian dan situasi dalam hidup serta mencari pengalaman baru
d. Berperilaku dengan cara menunjukkan pernghargaan terhadap diri sendiri, menerima keterbatasan tingkah lakunya tetapi masih mencoba untuk meraih tujuannya dan kemudian memelihara self esteem.
Meyrs (1992) selanjutnya menjelaskan perilaku asertif dapat meningkatkan self esteem individu yang akan membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri individu tersebut. Mencegah diri menjadi korban yang dimanfaatkan oleh orang lain, dan mendapatkan hak-hak pribadi. Dengan bersikap asertif akan membantu melindungi harga diri, akan berusaha melawan jika ada ancaman, tidak mudah menyerah serta memberi perasaan nyaman pada diri sendiri.
Tujuan dari pelatihan asertif adalah untuk meningkatkan perilaku individu sehingga mampu membuat keputusan untuk bersikap terbuka pada situasi tertentu dan mengajarkan individu untuk mengekspresikan perasaan kepada orang lain. Pelatihan asertif bisa diterapkan pada situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan layak atau benar. Latihan asertif akan membantu bagi orang-orang yang: (1) tidak dapat mengungkapkan kemarahan atau kejengkelannya; (2) mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan daripadanya; (3)mereka yang mengalami kesulitan dalam berkata “TIDAK”; (4) mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon positif lainya; (5) merasa yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan pikiran (Sofyan 2007:72).
Menurut (Lange dan Jakubowski dalam Risma : 2008) pelatihan asertif biasanya meliputi 5 tahap, sebagai berikut.proposal ptk bk sma kelas xi
a. Ta hap pertama. Menghapuskan rasa takut yang berlebihan dan keyakinan yang tidak logis. Rasa takut yang berlebihan termasuk ketakutan yang dapat menyakiti perasaan orang lain, ketakutan yang timbul dari keyakinan yang salah bahwa perasaan orang lain adalah penting dan perasaan diri sendiri tidak penting. Ketakutan kedua yaitu bila individu merasa gagal memaksa orang untuk mencintai dirinya. Ketakutan ketiga adalah orang lain memandang bahwa perilaku tegas adalah sebuah perilaku yang kurang sopan dan tidak menghargai orang lain. Ketakutan keempat adalah dengan bersikap tegas maka dapat menampilkan diri sebagai orang yang tidak mampu, tidak mahir, dan tidak berguna. Ketakutan yang berlebihan dan keyakinan yang irasional sering menghentikan individu yang akan bersikap tegas.

b. Tahap kedua. Menerima/mengemukakan fakta-fakta masalah yang akan dihadapi. Seorang individu harus menerima bahwa setiap orang harus mampu bersikap tegas dan mengekspresikan pikiran, perasaan, dan keyakinan secara jujur.

c. Tahap ketiga. Berlatih untuk bersikap asertif sendiri. Latihan bersikap tegas sendiri biasanya menggunakan refleksi atau permainan peran jiwa dimana dalam situasi ini individu akan lebih bisa bersikap asertif, memusatkan pada perilaku nonverbal yang penting dalam ketegasan.

d. Tahap keempat. Menempatkan individu dengan orang lain untuk bermain peran pada situasi yang sulit. Tahap keempat menyediakan kesempatan untuk berlatih peran dan mendapatkan umpan balik orang lain dalam kelompok. Pelatihan lebih lanjut mengizinkan konseli untuk lebih lanjut menunjukkan perubahan perilaku dan membiasakan konseli untuk bersikap lebih tegas, dan menerapkan timbal balik. Menggandakan latihan juga membuat konseli semakin bertambah nyaman dan senang saat menjadi asertif.

e. Tahap kelima. Membawa perilaku asertif pada kondisi yang sebenarnya atau dalam kehidupan sehari-hari. Konseli membuat kontrak perilaku untuk melaksanakan perilaku asertif yang sebelumnya dihindari. Pada sesi selanjutnya, konseli menjelaskan pengalamannya, menilai usaha yang dilakukan, hubungkan dalam latihan selanjutnya dan membuat kontrak perilaku lain untuk keluar dari pengalaman asertif kelompok.

Berdasarkan tahapan dalam pelatihan perilaku asertif yang menurut Lange dan Jakubowski maka dapat dikemukakan komponen dasar perilaku asertif, sebagai berikut.

a. Kemampuan untuk memahami ketakutan dan keyakinan yang irasional.

b. Kemampuan mempertahankan hak-hak pribadi.

c. Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran.

d. Kemampuan untuk menyatakan keyakinan.

B. Konsep Perilaku Konsumtif

1. Pengertian Perilaku Konsumtif

Adanya perubahan sosial dan ekonomi pada abad ke 20 yang ditandai dengan berkembangnya industri, menjadikan manusia tidak langsung memproduksi barang-barang yang dibutuhkannya. Melainkan pemakaian barang tidak lagi dilihat dari nilai pakainya yang mencukupi kebutuhan tetapi tapi juga digunakan untuk memenuhi keinginan-keinginan, maka pengkonsumsian menjadi berlebihan.

Beberapa ahli mendefinisikan perilaku konsumtif sebagai berikut: (Ani Rochmah : 1994) mengungkapkan:

Perilaku konsumtif pada seseorang terjadi jika individu mempunyai keinginan untuk selalu mengkonsumsi suatu barang secara berlebihan. Individu selalu mencari kepuasan akhir, ia mengkonsumsi barang yang bukan sekedar mencukupi kebutuhannya, tetapi untuk memenuhi keinginan-keinginan individu tersebut. Pengkonsumsian yang berlebihan sering dilakukan untuk suatu status sehingga barang yang dikonsumsi sering kali tidak lagi mempunyai fungsi produktif.
Sadik (1997) mengungkapkan :

Perilaku konsumtif lebih mengarah kepada pembeliaan terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan, yang ingin diperoleh hanya prestise sehingga individu mau membayar berapapun harga diri suatu barang yang dianggap dapat meningkatkan harga diri walaupun harganya tidak terjangkau.

Ahli lain mengatakan “perilaku konsumtif merupakan kecenderungan manusia untuk melakukan konsumsi tanpa batas dengan lebih mementingkan faktor keinginanan (wants) daripada kebutuhan (needs)” (Fuad Nashori :2000)

Ada juga pendapat yang mengatakan “perilaku konsumtif merupakan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan maksimal” (Anonim:2000).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif adalah pola konsumsi yang berada di luar kebutuhan rasional, yang lebih mementingkan faktor keinginan dari faktor kebutuhan untuk tujuan kebahagiaan, rasa dihargai dan pengakuan sosial.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

Dalam mengambil suatu keputusan untuk membeli, individu (Remaja) akan dipengaruhi oleh faktor intern maupun ektern. Yang termasuk kedalam faktor intern antara lain menurunnya rasa harga diri dan perkembangan remaja yaitu (a) pada usia remaja keinginan untuk diterima oleh lingkungan terutama oleh teman sebaya sangat tinggi sehingga apabila remaja tidak menyesuaikan penampilanya dengan teman sebaya, mereka takut dikatakan ketinggalan zaman oleh teman-temannya, (b) pada masa remaja adalah masa peralihan dimana mereka selalu mencoba gaya hidup baru; (c) kurang mampu untuk memanfaatkan waktu luang, sehingga remaja kurang optimal dalam mengembangkan potensi dirinya, akibatnya mereka mengisi waktunya dengan hura-hura.

Sedangkan yang termasuk ke dalam faktor ekstern antara lain : (a) pengaruh iklan diberbagai media masa yang dikemas dengan tampilan atraktif dan penuh dengan kemewahan ; (b) tawaran diskon yang menggoda; (c) hasil bentukan lingkungan sekitar, dimana banyak orang yang mendewa-dewakan kehidupan mewah, sudah menjadi kebiasaan orang saat ini pada umumnya menghargai dan menghormati orang berdasarkan materi yang dimilikinya (Zakiyah Darajat dalam Dian : 2003). (d) adanya perubahan dari sistem tradisional ke sistem modern. Modernisasi mempunyai pengaruh besar terhadap gaya hidup, diantaranya adalah gaya hidup suka belanja (Shopoholics), merayakan hari-hari penting di restoran, seperti ulang tahun, syukuran dan lain-lain. Gaya hidup boros suka mentraktir merupakan gaya yang cukup menonjol di masyarakat (Jamaludin Anchok dalam Dian Anita, 2003); (e) kurangnya didikan orang tua dalam menghargai uang dan pola konsumtif yang ditanamkan orang tua pada anaknya lewat perilakunya sendiri dan pendidikan yang hanya menekankan segi materi saja.

Kecenderungan pola konsumtif lebih didorong oleh faktor internal (harga diri) (Hermina, 2000). Jika faktor internal kurang kuat, maka faktor eksternal bisa mempengaruhi individu lebih banyak lagi. Jika kontrol internal kuat berarti individu memiliki kemampuan menahan diri ketika ada stimulasi eksternal berupa barang-barang atau jasa yang ada di depan mereka. Sebaliknya jika kontrol internal lemah stimulasi eksternal akan dipengaruhi sehingga terjadi perilaku konsumtif, bahkan tanpa biaya konsumsi yang memadai, individu dapat saja melakukan konsumsi jika kontrol dirinya tidak berfungsi. Sehingga semuanya kembali pada faktor internal masing-masing individu.

C.PENELITIAN TINDAKAN KELAS BK SMA KELAS XI DOC

BAB III
METODE PENELITIAN


Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan penelitian dengan pokok pembahasan adalah metode penelitian, definisi operasional variabel, langkah-langkah pengembangan instrumen pengumpulan data, serta langkah-langkah penelitian.
A. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif yaitu penelitian untuk meneliti populasi atau sampel tertentu dan pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian bertujuan untuk mendapatkan angka¬angka secara numerikal yang digunakan dalam mengungkap gambaran umum perilaku konsumtif remaja.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu pra eksperimen, dengan desain one group pretest-posttest design atau desain pra tes-pasca tes satu kelompok. Desain one group pretest-posttest design yaitu desain penelitian pra eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding.
Skema model penelitian pra eksperimen dengan desain one group pretest-postttest, sebagai berikut.
  
Keterangan :
O1 : Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (Pre-test)
X : Eksperimen atau tindakan
O2 : Observasi yang dilakukan sesudah ekspermen (Post test)
Dimana 01 adalah hasil pengukuran (observasi) yang dilakukan sebelum perlakuan (treatment) atau pra-uji, X adalah pemberian (pelaksanaan) perlakuan, dan 02 adalah hasil pengukuran (observasi) setelah perlakuan (pasca-uji). Dalam konteks ini, efektivitas perlakuan (teknik) yang tengah dikaji ditandai oleh perubahan (perbedaan) antara rata-rata 01 (µ1) dengan rata-rata 02 (µ2).
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data sangat penting dilakukan, karena tanpa adanya data permasalahan dari suatu penelitian tidak akan terjawab atau terpecahkan. Sesuai dengan tujuan penelitian yakni ingin mengetahui gambaran umum perilaku konsumtif maka diperlukan alat atau instrumen untuk mengungkap hal tersebut. Adapun alat atau instrumen yang digunakan adalah berupa angket.
Angket penelitian ini terdiri atas aspek, indikator dan pernyataan. Butir-butir pernyataan merupakan gambaran mengenai perilaku konsumtif. Bentuk angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup karena penulis sudah menyediakan alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh responden.
B. Definisi Operasional Variabel
1. Perilaku Konsumtif
Yang dimaksud dengan perilaku konsumtif dalam penelitian ini diartikan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh remaja di kelas XI yang berusia 16-18 tahun berupa pengkonsumsian suatu barang dan jasa yang bukan berdasarkan kebutuhan tetapi hanya untuk memenuhi keinginanan semata, tidak digunakan untuk sesuatu yang menghasilkan melainkan hanya untuk menunjukan harga diri (prestise) dan pembelian produk berdasarkan fungsi simbolik yang dimilki suatu produk. Kegiatan yang menunjukan perilaku konsumtif meliputi:
1. Pengkonsumsian suatu barang yang bukan berdasarkan kebutuhan tetapi hanya untuk memenuhi keinginan semata meliputi :
a. Membeli produk karena iming-iming
b. Membeli produk karena kemasan menarik
c. Memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan produk.
2. Pengkonsumsian suatu barang tidak digunakan untuk sesuatu yang menghasilkan melainkan hanya untuk menunjukan harga diri (prestise).
a. Membeli produk karena menjaga penampilan dan gengsi
b. Membeli produk atas pertimbangan harga, (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya)
3. Pembelian produk berdasarkan fungsi simbolik yang dimiliki suatu produk.
a. Membeli produk dengan harga mahal yang akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.
b. Mencoba berbagai merk produk
c. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status
2. Teknik Assertive Training
Perilaku asertif dalam penelitian ini adalah sikap tegas dan kemandirian dalam mengambil keputusan berdasarkan hasil pemikiran sendiri, tanpa sikap emosional dan tanpa bermaksud menyakiti hati orang lain. Aspek-aspek perilaku asertif yaitu :
a. Kemampuan untuk memahami ketakutan dan keyakinan yang tidak logis, meliputi indikator: tidak menampilkan tingkah laku yang dapat memancing rasa cemas, tidak berbicara berbelit-belit, menerima kekurangan diri sendiri, mampu menampilkan respon untuk melawan rasa takut;
b. Kemampuan mempertahankan hak-hak pribadi, meliputi indikator: menatap lawan bicara, menanyakan alasan setiap diminta untuk melakukan sesuatu, berusaha mencapai tujuan dalam situasi tertentu, menerima dan menghargai pujian orang lain;
c. Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran, meliputi indikator: memberikan pujian untuk menghargai tingkah laku orang lain, mengungkapkan perasaan kepada orang lain secara spontan dan tidak berlebihan, bicara mengenai diri sendiri, menyampaikan persetujuan dan ketidaksetujuan terhadap sesuatu, menampilkan respon positif dan respon negatif terhadap orang lain;
d. Kemampuan untuk menyatakan keyakinan, meliputi indikator: menolak permintaan dengan tegas, bertanggung jawab atas sikap dan perbuatan sendiri.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008:80). Berdasarkan pengertian tersebut maka populasi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas XI SMA .......... tahun ajaran 2009/2010 yang memiliki perilaku konsumtif tinggi.
2. Sampel
Sampel penelitian ini diambil secara acak (random sampling) yaitu semua populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Penentuan sampel penelitian berdasarkan aspek tertinggi pada perilaku konsumtif . Sampel yang diambil dari penelitian ini yaitu sebayak 15 orang hal ini karena bertujuan agar dalam pelaksanaan kegiatan dimulai dari pretest sampai dengan posttest dapat terawasi oleh peneliti. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nana Syaodih, (2007:161) pengambilan sampel dalam penelitian eksperimental 15 individu untuk setiap kelompok pembanding dipandang cukup memadai. Dalam penelitian ini karena tidak adanya pembanding maka yang diambil untuk kelompok eksperimen hanyalah 15 orang.
D. Langkah-Langkah Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data 
1. Penyusunan Kisi-Kisi
Instrumen yang dikembangkan bertujuan untuk mengungkap perilaku konsumtif siswa sebelum dan sesudah dilakukan treatment dari teknik Assertive training. Indikator dari aspek yang ada dalam perilaku konsumtif dijadikan bahan penyusunan butir-butir pernyataan dalam angket. Kisi-kisi instrumen perilaku konsumtif disajikan dalam tabel berikut.
3. Uji Coba Instrumen
a. Uji Kelayakan
Uji kelayakan instrument bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan instrument dari segi bahasa, konstruk, dan konten. Uji kelayakan instrument bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan instrument dari segi bahasa, konstruk, dan konten. Penimbangan dilakukan oleh tiga dosen ahli/dosen dari jurusan Psikologi Bimbingan dan Konseling. Penilaian oleh 3 dosen ahli yaitu Dra. Yusi Riksa Yustiana, M.Pd, Dr.Ipah Saripah, M.Pd dan Dr. H. Dedi Hapid, M. Pd. dilakukan dengan memberikan penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberi nilai M menyatakan bahwa item tersebut bisa digunakan, dan item yang diberi nilai TM menyatakan dua kemungkinan yaitu item tersebut tidak bisa digunakan atau diperlukannya revisi pada item tersebut.contoh ptk bk sma kelas xi
b. Uji Keterbacaan
Uji keterbacaan dilakukan kepada subjek usia remaja yaitu kepada lima orang siswa SMA untuk mengukur sejauh mana keterbacaan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kata-kata yang kurang dipahami, sehingga kalimat dalam pernyataan dapat disederhanakan tanpa mengubah maksud dari pernyataan tersebut.
Setelah uji keterbacaan maka untuk pernyataan-pernyataan yang tidak dipahami kemudian direvisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat dimengerti oleh usia remaja dan kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya
c. Uji Validitas Butir Item
Uji validitas merupakan suatu cara untuk mengukur tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 1993:168). Uji validitas terdiri atas uji validitas rasional dan uji validitas empirik. Uji validitas rasional dilakukan oleh tim penilai, dimana tim penilai memberikan nilai pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak memadai (TM). Item yang diberi nilai M menyatakan bahwa item tersebut bisa digunakan, dan item yang diberi nilai TM menyatakan dua kemungkinan yaitu item tersebut tidak bisa digunakan atau diperlukannya revisi pada item tersebut.
Uji validitas empiris dilakukan dengan menguji cobakan yang telah dinilai oleh kelompok penilai. Angket yang disusun kemudian diuji cobakan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas secara empiris. Dari hasil uji coba angket diperoleh sebuah angket yang memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai pengumpul data.
Validitas instrumen dilakukan dengan metode statistika dengan menggunakan komputer program Microsoft Excel 2003 dengan menggunakan rumus korelasi product-moment.

D.DOWNLOAD PTK BIMBINGAN KONSELING SMA METODE TERBARU


DAFTAR PUSTAKA


Ameliya, Rs. (2008). Pelatihan Asertif untuk Mereduksi Perilaku Adiksi online Game pada Remaja. Skripsi jurusan PPB FIP UPI. Bandung : tidak diterbitkan.
Arikunto, S. (1993). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Anita, D. (2003). Perilaku Konsumtif dan Harga diri Remaja. Skripsi jurusan PPB FIP UPI. Bandung : tidak diterbitkan.
Chaplin, J.P penerjemah Kartini Kartono. (2005). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Grafindo
Corey, G. (2005). Theory and Practice Of Counseling and Psychotherapy. Alih Bahasa (2003). E. Koswara. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Aditama.
Darajat, Z. (1985). Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta : Bulan Bintang.
Desminta. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Echols, J. M., dan Hassan Shadily. (1995). Kamus Indonesia – Inggris. Jakarta: PT. Gramedia.
Fidiyanti, R. (2008). Penggunaan Teknik Assertive Training dalam Mereduksi Perilaku Merokok. Skripsi jurusan PPB FIP UPI. Bandung : tidak diterbitkan.
Gail, E. Myers. (1992). The Dynamics of Human Communication: A Laboratory Approach. Singapura: Mc. Graw-hill, Inc.
Hendrayani. (2007). Penggunaan Konseling Kognitif-Perilaku untuk Mengubah Perilaku Adiktif pada Remaja. Skripsi. Bandung: tidak diterbitkan.
Hermina. (2000). ” Diskon, bisa lebih mahal loh!”. Pikiran Rakyat (1 desember 2000).
Hurlock, E.B. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Makmun, AS. (1999). Psikologi Kependidikan . Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Myers, Gail E dan Michele T.M. (1992). The Dynamics of Human
Communication: A Labory Approach. Singapura: McGraw-Hill inc.
Muharsih, L. (2008). Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Kecenderungan Perilaku Konsumtif pada Remaja Di Jakarta Pusat. Skripsi Jurusan Psikologi FIP UPI. Bandung : tidak diterbitkan.
Nanik. (2004). Model Konseling Kelompok berdasarkan Pendekatan Kognitif-Perilaku untuk Membantu Remaja dalam Menangani Krisis Identitas dan Dampaknya Pada Penurunan Tingkat Problem Psikologi Sosial. Disertasi Program Doktor PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Nashori, F. (2000). Penentu Perlikau Konsumtif. [online]. Tersedia : http :e-Psikologi. Com. [1 April 2002].
Rachmawati, A. (2007). Efektivitas Program Bimbingan Sosial-Pribadi dalam Meningkatkan Asertivitas Remaja. Skripsi pada FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Rathus, S. A., and Nevid, J. S. (1980). Behavioral Therapy Strategies of Solving Problem in Living. New York: A Signet Book.
Riduwan.(2008). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung:Alfabeta


Terima kasih telah berkunjung di Musiyanto Blog yang membahas  CONTOH PTK BK SMA TERBARU- ini dapat membantu Anda dalam penyusunan laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Jika berkenan, mohon bantuannya untuk memberi vote Google + Rekomendasikan ini di Google untuk halaman ini dengan cara mengklik tombol G+ di bawah. Jika akun Google anda sedang login, hanya dengan sekali klik voting sudah selesai. Terima kasih atas bantuannya.