Rabu, 10 Oktober 2018

CONTOH LENGKAP PTK PKN SMA KELAS X TERBARU DOC

CONTOH LENGKAP PTK PKN SMA KELAS X TERBARU DOC-Upaya untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam penerapan Model Penyelidikan Berkelompok (Group investigation) adalah 1) guru mempersiapkan format pembagian kelompok dengan memperhatikan keragaman kemampuan akademik siswa, 2) memotivasi siswa untuk lebih aktif lagi dalam melakukan penyelidikan berkelompok dan menumbuhkan tingkat kepercayaan diri siswa untuk menyelidiki, 3) pengalokasian waktu lebih efektif tertuang dalam RPP yang dirancang secara baik dan matang, dan 4) guru dapat menginformasikan kepada siswa cara belajar Model Pembelajaran Penyelidikan Berkelompok (Group Investigation) yang baik sehingga siswa paham dan timbul motivasi untuk mengikuti pembelajaran dengan baik.download ptk pkn sma doc
Implementasi model penyelidikan pada pembelajaran PKn ditemukan ada peningkatan hasil belajar siswa yang diperoleh pada setiap siklusnya dengan demikian, hasil belajar PKn kelas X.IPA.4 ....... berada di atas target minimal keberhasilan belajar berdasarkan Kriteria ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah
Hasil analisis kemampuan berpikir kritis siswa selama tindakan I sampai III menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa meningkat. Pada tindakan I belum terlihat adanya kemampuan berpikir kritis pada siswa, pada tindakan II menunjukkan sedikit peningkatan kemampuan berpikir kritis pada siswa sebanyak 9,1 %, kemampuan berpikir kritis siswa pada tindakan III ini mengalami peningkatan sebanyak 63,6 %, dan hal ini merupakan suatu kemajuan yang dinilai sangat baik
 Laporan penelitian tindakan kelas ini membahas mapel PKN SMA yang diberi judul “ Penerapan Model Cooperative Learning Melalui Teknik Jigsaw Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X.Ipa4 Pada Pembelajaran Pkn Sman ......Tahun Pelajaran 20../20...". Disini akan di bahas lengkap.download ptk pkn sma doc

PTK ini bersifat hanya REFERENSI saja kami tidak mendukung PLAGIAT, Bagi Anda yang menginginkan FILE PTK PKN SMA KELAS X lengkap dalam bentuk MS WORD SIAP DI EDIT dari BAB 1 - BAB 5 untuk bahan referensi penyusunan laporan PTK dapat (SMS/WA/TM ke 0817-283-4988 dengan Format PESAN PTK 064 SMA ).

A.DOWNLOAD PTK PKN KELAS X SMA LENGKAP

BAB.I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh penulis di SMAN ....... permasalahan dalam pembelajaran yang dialami oleh Guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah mengenai keadaan kelas yang pasif dalam belajar dan siswa hanya mampu mengembangkan kemampuan mengingat/hapalan saja. Pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar siswa tidak banyak bertanya ataupun menjawab pertanyaan guru, sehingga hal ini dirasakan sebagai kendala bagi pengajar (guru) mata pelajaran PKn, yang dapat menghambat tercapainya tujuan pengajaran PKn yang salah satunya adalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada siswa.
Selain itu, dalam pembelajaran di kelas guru seringkali mengalami putus asa apabila dihubungkan dengan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Sedangkan tujuan pengajaran PKn adalah untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan siswa dalam memahami dan menghayati nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam suatu sikap dan kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.download ptk pkn sma doc
Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang diharapkan dapat membina nilai moral siswa dan pembentukan watak, yaitu nilai moral. Pancasila. Seperti yang dikemukakan oleh Kosasih Djahiri (1996: 7) bahwa melalui mata pelajaran ini diharapkan siswa mampu menguasai:
a. Nalar akan konsep dan norma Pancasila dalam berbagai fungsi dan perannya.
b. Melek konstitusi (UUD 1945) dan perangkat hukum yang berlaku dalam negara RI.
c. Menghayati dan meyakini nilai, moral serta agama, budaya yang diakui negara RI.
d. Mengamalkan dan membudayakan hal tersebut sebagai sikap dan perilaku kehidupannya dengan penuh kehidupan dan nalar.
Pendidikan pada hakekatnya adalah proses pencerdasan manusia atau subjek didik. Proses ini akan bermuara pada tumbuhnya dan dimilikinya seperangkat kecerdasan pada diri subjek didik untuk selanjutnya kecerdasan ini diharapkan dapat menjadi modal atau alat utama pemecahan masalah yang dihadapi oleh subjek didik itu di waktu-waktu selanjutnya sepanjang hayat, baik sebagai individu, sebagai warga suatu kelompok masyarakat luas, dan balikan sebagai warga bangsa.
Dalam Sistem Pendidikan Nasional, kerangka di atas dirumuskan dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa :
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
PKn atau Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang memiliki keterampilan hidup bagi diri masyarakat, bangsa dan negara.
Nu’man Somantri (2001: 299) mengemukakan bahwa:
“Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya. Pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, orang tua, yang kesemuanya diproses guna melatih siswa untuk hidup demokratis yang berdasarkan Pencasila dan UUD 1945.”
Namun, kondisi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan selama ini kurang mendukung terhadap tujuan Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri. Ini ditandai dengan proses pembelajaran yang masih bersifat tradisional tersebut disebabkan oleh paradigma lama Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan struktur keilmuan yang tidak jelas, materi disesuaikan dengan kepentingan politik rezim, hanya memiliki visi untuk memperkuat state building yang bermuara pada posisi warga negara yang lemah ketika berhadapan dengan penguasa. Akibatnya, semakin sulit untuk mengembangkan karakter warga negara yang demokratis.
Reformasi dalam pembelajaran perlu dibangun dan dikembangkan guna menciptakan suasana belajar yang lebih demokratis, sehingga suasana interaksi kelas baik antara guru dengan siswa, maupun siswa dengan siswa itu sendiri dapat tumbuh dan berkembang. Pola interkasi kelas yang tidak seimbang, tidak dapat menciptakan suasana belajar yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Peran guru sebagai infrastruktur perlu mengalami pergeseran menjadi fasilitator atau pemandu dalam belajar. Upaya untuk menciptakan suasana belajar yang demikian sangat memungkinkan tumbuhnya cara-cara belajar kerjasama, melalui kegiatan belajar secara gotong royong (cooperative learning) dengan teknik jigsaw.
Dengan digunakannya cooperative learning yang syarat dengan nilai moral dalam pembelajaran di kelas, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam belajar. Sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuannya dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mengembangkan potensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab sesuai dengan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional.download ptk pkn sma doc
Cooperative learning sebagai model pembelajaran yang kreatif dan inovatif merupakan satu solusi yang dianggap efektif. Pengembangan model pembelajaran ini perlu diupayakan guna meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam belajar. Cooperative learning memungkinkan siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga memberikan dampak yang positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi diantara siswa. Interaksi dan komunikasi yang berkualitas ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Teknik jigsaw merupakan teknik belajar mengajar yang dikembangkan oleh Aronson et al. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skema atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Tidak semua kerja kelompok bisa dianggap sebagai belajar dengan metode cooperative learning. Keinginan baik para guru untuk mengaktifkan para siswa perlu dihargai. Namun, para guru juga perlu dikenali dengan sedikit latar belakang, landasan pemikiran, dan penerapan metode pembelajaran gotong royong untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat judul mengenai “Penerapan Model Cooperative Learning Melalui Teknik Jigsaw Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran PKN Di SMAN .............Tahun Pelajaran 2012-20113”
B. Rumusan Masalah dan Identifikasi Masalah
1. Rumusan Masalah
Agar penelitian ini mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka penulis merasa perlu untuk merumuskan apa yang menjadi permasalahannya. Secara umum, yang menjadi inti permasalahan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah penerapan Model cooperative learning Melalui Teknik jigsaw dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Di SMAN .........?”
2. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana penerapan model pembelajaran cooperative learning melalui teknik jigsaw dalam pembelajaran PKn di SMA?
b. Bagaimana berpikir kritis siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan selama pembelajaran di SMA?
c. Apakah penerapan model pembelajaran cooperative learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui penerapan cooperative learning dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMAN ......... kelas X melalui penelitian tindakan kelas.
2. Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan penelitian secara umum di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan khusus sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran cooperative learning melalui teknik jigsaw dalam metode penelitian kelas.
b. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan selama pembelajaran di kelas X.
c. Untuk mengetahui dampak dari penerapan model pembelajaran cooperative learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain :
1. Bagi guru
a. Merupakan bahan informasi dan rujukan dalam mengajar, khususnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan umumnya mata pelajaran lainnya dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas.
b. Merupakan salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan dan dikembangkan oleh guru dalam proses pembelajaran.
c. Sebagai rujukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang metode pembelajaran cooperative learning melalui teknik jigsaw.ptk pkn sma kelas x terbaru
d. Merupakan salah satu alat bantu guru dalam meningkatkan profesionalitasnya dalam menciptakan pembelajaran PKn yang aktif, partisipatif dan memicu berpikir kritis siswa.
2. Bagi siswa
a. Model pembelajaran cooperative learning dapat memberikan bekal keterampilan sosial bagi siswa sebagai bekal kehidupan sosial di masyarakat.
b. Model pembelajaran cooperative learning merupakan sarana aplikasi kelas
sebagai laboratorium demokrasi dalam menumbuhkan sikap kritis siswa.
3. Bagi Pihak Sekolah
Diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi dalam menemukan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah.


B.DOWNLOAD LENGKAP CONTOH PTK PKn SMA KURIKULUM 2013

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Tentang Belajar
1. Pengertian Belajar
Sejumlah filosof pendidikan memberikan sejumlah konsep mengenai kegiatan belajar mengajar di sekolah. Diantaranya adalah yang dikemukakan oleh Thomas Tate 1987 (A. Kosasih Djahiri, 1995/1996: 3) bahwa:
“Seorang guru yang baik, sebelum menentukan pilihan rancangannya, terlebih dahulu menempatkan diri dengan tabiat, kebiasaan, kemampuan dan kesiapan siswanya. Setelah itu diajukan dua pertanyaan pokok, apa yang akan saya ajarkan dan bagaimana sebaiknya saya mengajar?”
Pemikiran yang fundamental di atas, akan menentukan kelancaran proses kegiatan belajar mengajar. Karena, suksesnya pendidikan di sekolah atau terlaksananya kegiatan belajar mengajar dengan baik dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah interaksi antara guru dan siswa yang terjalin dengan baik.
Konsep awal, terkait dengan pelaksanaan pendidikan di sekolah identik dengan konsep mengenai belajar. Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju perkembangan pribadi yang seutuhnya. Sedangkan pengertian yang lebih sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.
Syaiful Sagala dalam bukunya berjudul “Konsep dan Makna Pembelajaran” mengemukakan bahwa belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Sejalan dengan itu, belajar dapat dipahami sebagai berusaha atau berlatih supaya mendapat suatu kepandaian (2005: 12).
Proses belajar guna mendapatkan suatu kepandaian tersebut, dalam implementasinya merupakan suatu kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Proses mengolah bahan belajar tersebut, jelas memiliki makna yang berbeda dengan kagiatan menghapal yang dilakukan oleh siswa.
Proses mengolah bahan belajar tersebut, individu terlebih dahulu harus dapat memahami isi dan pesan belajar. Dalam memahami isi dan pesan belajar tersebut individu menggunakan kemampuan dalam ranah:
a. Kognitif adalah kemampuan individu yang berhubungan dengan pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis sintesis dan evaluasi.
b. Afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan emosi, dan reaksi-reaksi dengan penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup.
c. Psikomotorik berhubungan dengan keterampilan jasmani yang terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreatifitas.
Seiring dengan adanya kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik pada setiap individu, Arthur J. J. mengemukakan bahwa belajar adalah “modivication of behaviour through experience and training”. Yaitu perubahan atau membawa akibat perubahan tingkah laku dalam pendidikan karena pengalaman dan latihan atau karena mengalami latihan (Syaiful Sagala, 2005:12). Diungkapkan pula oleh Morgan bahwa “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman” (Syaiful Sagala, 2005:12).
Belajar memang identik dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa di sekolah, walaupun dalam kenyataannya tidak hanya siswa yang melakukan kegiatan belajar. Akan tetapi, setiap individu akan mengalami proses belajar dalam hidupnya. Dimyati dan Mudjiono (Syaiful Sagala, 2005:13) mengemukakan bahwa siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar.
Geoch (Sadirman A. M., 2004:20) mengatakan “learning is a change in performance as a result of practice ”. Tokoh pendidikan lain yang mengemukakan mengenai konsep belajar antara lain Sadirman (2003:3) bahwa belajar ialah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.ptk pkn sma kelas x terbaru
Banyak tokoh yang mengemukakan tinjauan mengenai belajar. Hilgard dan Marquis berpendapat bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran, dan sebagainya sehingga terjadi perubahan dalam diri. James L. Mursell mengemukakan belajar adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri. Menurut Gage belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Sedangkan Henry E. Garret berpendapat bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubaha cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu (Syaiful Sagala, 2005:13).
Beberapa definisi mengenai belajar di atas menjelaskan bahwa, belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.
2. Hakekat Belajar
Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Dengan pengertian ini kita dihadapkan kepada pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah yang dimaksud dengan perilaku?
b. Perubahan perilaku bagaimana yang termasuk belajar?
c. Apakah perubahan perilaku dapat terjadi pada setiap individu yang berinteraksi dengan lingkungan?
Perilaku itu mengandung pengertian yang luas. Hal ini mencakup pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap dan sebagainya. Setiap perilaku ada yang nampak bisa diamati, ada pula tidak bisa diamati. Perilaku yang dapat diamati disebut penampilan atau behavioral performance. Sedangkan yang tidak bisa diamati disebut “kecenderungan perilaku atau behavioral tendency ”.
Pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap dan sebagainya yang dimiliki seseorang tidak dapat diidentifikasi karena ini merupakan kecenderungan perilaku saja. Hal ini dapat diidentifikasi bahkan dapat diukur dari penampilan (behavioral performance). Penampilan ini dapat berupa kemampuan menjelaskan, menyebutkan sesuatu atau melakukan suatu perbuatan. Jadi kita dapat mengidentifikasikan hasil belajar melalui penampilan. Namun demikian, individu dapat dikatakan telah menjalani proses belajar, meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam kecenderungan perilaku. (De Cecco & Crawford, 1977: 178) dalam Ali (2004: 14)
Menurut Kimble & Garmezy, sifat perubahan perilaku dalam belajar relative permanen. Dengan demikian hasil belajar dapat diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara permanen, dapat diulang-ulang dengan hasil yang sama. Kita membedakan antara perubahan perilaku hasil belajar dengan yang terjadi secara kebetulan. Orang yang secara kebetulan dapat melakukan sesuatu, tentu tidak dapat mengulangi perbuatan itu dengan hasil yang sama. Sedangkan orang yang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat melakukannya secara berulang-ulang dengan hasil sama.
Tidak semua perubahan perilaku sebagaimana digambarkan di atas itu hasil belajar. Ada di antaranya terjadi dengan sendirinya, karena proses perkembangan. Seperti halnya bayi dapat memegang sesuatu setelah mencapai usia tertentu. Keadaan semacam ini pun bukan hasil belajar, melainkan “kematangan atau maturation”. Ini merupakan faktor penting yang mempengaruhi hasil belajar. Artinya, belajar akan memperoleh hasil lebih baik bila ia telah matang melakukan hal itu.
3. Teori Belajar
Kegiatan belajar itu begitu kompleks, maka timbul beberapa teori tentang belajar. Teori-teori belajar yang menjadi rujukan dalam mengkaji lebih dalam tentang konsep belajar secara umum, antara lain:
Dalam hal ini secara global teori belajar yakni, teori Ilmu Jiwa Daya, Ilmu Daya Gestalt dan Ilmu Jiwa Asosiasi.ptk pkn sma kelas x terbaru
a. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Daya
Teori ini mengungkapkan bahwa (Sardiman, 2004: 30)
“Jiwa manusia terdiri dari bermacam-macam daya. Masing-masing daya dapat dilatih dalam rangka untuk memenuhi fungsinya. Untuk melatih suatu daya itu dapat digunakan berbagai cara atau bahan.”
Sebagai contoh untuk melatih daya ingat dalam belajar misalnya dengan menghapal kata-kata atau angka, istilah-istilah asing. Begitu pula untuk daya-daya yang lain. Teori ini bukan mengutamakan pada penguasaan bahan atau materinya, melainkan hasil dari pembentukan dari daya-daya itu. Kalau sudah demikian, maka seseorang yang belajar itu akan berhasil.
b. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Gestalt
Teori belajar Gestalt (Gestalt theory) lahir di Jerman tahun 1912 dipelopori dan dikembangkan oleh Max Wertheirmer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving.
Berbeda dengan teori jiwa daya, teori ini berpendapat bahwa (Sardiman, 2004: 30), keseluruhan lebih penting dari bagian-bagian unsur. Proses kegiatan belajar diawali dengan adanya suatu pengamatan, serta bahwa pengamatan itu penting dilakukan secara menyeluruh. Berdasarkan teori ini Koffka (Sardiman, 2004: 30) mengungkapkan bahwa hukum-hukum organisasi dalam pengamatan itu bisa diterapkan dalam kegiatan belajar. Analisis teori ini menjelaskan bahwa belajar itu pada pokoknya adalah penyesuaian. Pertama, yaitu mendapatkan respons yang tepat. Kegiatan pengamatan melibatkan semua panca indera itu sangat diperlukan. Menurut teori ini memang mudah atau sukarnya suatu pemecahan masalah itu tergantung pada pengamatan.
Syaiful Sagala (2005: 47), mengemukakan bahwa Gestalt adalah keseluruhan lebih berarti dari bagian-bagian. Dalam belajar, siswa harus mampu menangkap makna dari hubungan inilah yang disebut memahami, mengerti atau “insight”. Semua kegiatan belajar menggunakan “insight” atau pemahaman terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan-hubungan antara bagian dari keseluruhan. Tingkat kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar, adalah lebih meningkatkan belajar seseorang daripada hukuman dan ganjaran.
c. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Asosiasi
Ilmu Jiwa Asosiasi berprinsip bahwa (Sardiman, 2004: 33), keseluruhan ini sebenarnya terdiri dari penjumlahan bagian-bagian atau unsur-unsurnya. Dari aliran ini ada dua teori yang sangat terkenal, yaitu Teori Konektionisme dan Teori Conditioning dari Pavlov.
1) Teori Konektionisme
Menurut Thomdike, dasar dari belajar itu adalah asosiasi antara kesan panca indera (sense impression) dengan impuls untuk bertindak (impuld to action). Teori ini menjelaskan bahwa belajar merupakan pembentukan hubungan antara stimulus dan respons yang akan menimbulkan suatu hubungan yang erat kalau sering dilatih. Berkat latihan yang terus menerus, hubungan antara stimulus dan respons itu akan menjadi terbiasa secara otomatis.
Teori Konektionisme menjelaskan tentang ketidaksetujuannya terhadap beberapa prinsip belajar antara lain (Sardiman, 2004: 35).
a) Belajar menurut teori ini bersifat-sifat mekanisme. Apabila ada stimulus, dengan sendirinya atau secara mekanis timbul respons. Latihan-latihan ujian, bahkan ulangan dan ujian para subjek didik banyak yang berdasarkan hal-hal semacam ini.
b) Pelajaran bersifat teacher centered. Dalam hal ini guru aktif melatih dan menentukan apa yang harus diketahui subjek didik/siswa (guru member stimulus).
c) Subjek didik (siswa) menjadi pasif, kurang terdorong untuk berpikir dan juga tidak ikut menentukan bahan pelajaran dengan kebutuhannya. Siswa belajar menunggu datangnya stimulus dari guru.
d) Teori ini lebih mengutamakan materi. Yakni hanya memupuk pengetahuan yang diterima dari guru dan cenderung menjadi intelektualistis.
2) Teori Conditioning
Penjelasan utama dari teori ini bahwa seseorang akan melakukan sesuatu kebiasaan karena adanya sesuatu tanda. Misalnya, anak sekolah mendengar lonceng kemudian berkumpul, tentara akan mengerjakan atau melakukan segala sesuatu gerakan karena aba-aba dari komandonya. Teori ini apabila diterapkan dalam kegiatan-kagiatan belajar banyak kelemahannya. Kelemahan-kelemahan itu antara lain (sardiman, 2004: 36):
a) Percobaan dalam laboratorium, berbeda dengan keadaan sebenarnya
b) Pribadi seseorang (cita-cita, kesanggupan, minat, emosi dan sebagainya) dapat mempengaruhi hasil eksperimen
c) Respons mungkin dipengaruhi oleh stimulus yang tak dikenal. Dengan kata lain, tidak dapat diramalkan lebih dulu, stimulus manakah yang menarik perhatian seseorang.
d) Teori ini sangat sederhana dan tidak memuaskan untuk menjelaskan semua tentang belajar yang ternyata sangat kompleks itu.
Penjelasan di atas mengenai teori ilmu jiwa daya, gestalt maupun asosiasi, memang beda. Namun demikian, sebagai teori yang berkait dengan kegiatan belajar, ketiganya ada beberapa persamaannya. Persamaan itu antara lain mengakui adanya prinsip-prinsip berikut ini:
1) Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan faktor yang sangat penting
2) Dalam kegiatan belajar selalu ada halangan /kesulitan
3) Dalam belajar memerlukan aktivitas
4) Dalam menghadapi kesulitan, sering terdapat kemungkinan bermacam-macam respons

C.PTK PKN SMA KELAS X MATERI TEHNIK JIGSAW DOC

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


A. Pendekatan, Metode dan Teknik Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. S. Nasution (2003: 5) mengemukakan pendekatan kualitatif dengan mengatakan bahwa: “penelitian kualitatif pada hakikatnya mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya”.
Metodologi penelitian sangat dibutuhkan dalam sebuah penelitian, karena dalam metode penelitian ditemukan cara-cara bagaimana objek penelitian hendak diketahui dan diamati sehingga menghasilkan data-data yang tepat sesuai dengan tujuan pnelitian. Oleh karena itu seorang peneliti harus pandai memilih metode yang tepat, karena tepat atau tidaknya metode penelitian akan menemukan valid atau tidaknya suatu penelitian. Suatu metodologi penelitian ini menggunakan metode deskriptif suatu kejadian atau peristiwa yang sedang berlangsung selama penelitian ini dilaksanakam.ptk pkn sma kelas x terbaru
Berkenaan dengan metode deskriptif, Moh Nazir (1999: 63) mengatakan bahwa:
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masyarakat sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ialah untuk membentuk deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

Sementara itu, Whitney (M. Nazir, 1999: 63) mengemukakan bahwa metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.
Berdasarkan pendapat di atas metode deskriptif merupakan metode yang memusatkan perhatian pada masalah aktual untuk memecahkan masalah dengan menggambarkan semua peristiwa atau kejadian selama penelitian berlangsung. Masalah aktual yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai “Penerapan Model Cooperative Learning Melalui Teknik Jigsaw dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa”.
Kirk dan Miller (J. Moleong, 2005: 4), mendeskripsikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Seperti yang dikemukakan oleh Kirk dan Miller, bahwa dalam ilmu pengetahuan sosial pada umumnya menggunakan prosedur penelitian kualitatif, hal ini sesuai dengan pendapat Bodgan dan Taylor (Lexy J. Moleong, 2005: 4) karena penelitian ini menggunakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Berbagai pendapat dikemukakan oleh para pakar mengenai definisi dari penelitian kualitatif. Lexy J. Moleong dalam bukunya “Metode Penelitian Kualitatif” (2005: 6), mengemukakan bahwa:
“Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”.contoh ptk pkn kurikulum 2013

Sesuai dengan permasalahan yang peneliti ketengahkan yaitu mengenai berpikir kritis, berdasarkan pendapat Lexy J. Moleong memang sesuai menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.
Kemudian S. Nasution (2003: 19) mengungkapkan ciri-ciri penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu:
1. Peneltian ini dilakukan dalam “natural setting”
2. Penelitian sebagai “human instrument”
3. Sangat deskriptif
4. Mementingkan proses maupun produk
5. Mencari makna
6. Mengutamakan data “first hand”
7. Melakukan “triangulasi”
8. Menonjolkan konteks
9. Peneliti berkedudukan sama dengan orang yang diteliti
10. Mengutamakan pandangan “emic”
11. Mengadakan verifikasi, antara lain melalui kasus negatif
12. Melakukan sampling purposif
13. Melakukan “audit trail”
14. Melakukan partisipasi tanpa mengganggu, “unobtrusive”
15. Mengadakan analisis sejak awal
16. Disain yang “emergent”
Semua ciri-ciri itu penting dan esensial dalam melakukan penelitian kualitatif dan karena itu harus dipahami betul.
Teknik penelitian deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Penelitian Tindakan Kelas menurut Hopkins (Wiriaatmadja, 2015:11) adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substansif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan. Sedangkan Elliott (Wiriaatmadja, 2015:11) melihat penelitian tindakan sebagai kajian dari sebuah situasi sosial dengan kemungkinan tindakan untuk memperbaiki kualitas situasi sosial tersebut.
Penelitian Tindakan Kelas ini mempunyai tujuan untuk memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan selama proses pembelajaran dan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran tersebut.
B. Prosedur Pengumpulan Data
a. Tahap pelaksanaan penelitian
Setelah mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam penelitian ini, penelitian dilaksanakan dalam beberapa tahap antara lain:
1) Tahap Perencanaan
Pada tahap ini, peneliti melakukan pembicaraan dan wawancara non formal dengan guru pada tanggal 27 Agustus dan 8 September 2015. Wawancara pertama ini dilakukan bersama guru PKn Kelas X.IPA4 untuk membahas tentang penerapan model pembelajaran cooperative learning melalui teknik jigsaw di kelas serta kesulitan yang dihadapi selama pembelajaran.
Kemudian, peneliti dengan guru mitra merencanakan kelas sebagai subjek penelitian. Kelas yang disepakati bersama adalah kelas X.IPA4 karena kelas tersebut mengindikasikan permasalahan mengenai keadaan kelas yang pasif dalam belajar dan siswa hanya mampu mengembangkan kemampuan mengingat/hapalan saja yang dapat menghambat tercapainya tujuan pengajaran PKn yang salah satunya adalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada siswa.
2) Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti mengadakan wawancara dengan siswa dan guru pada tanggal 27 Agustus dan 8 September 2015, tentang penerapan model pembelajaran cooperative learning melalui teknik jigsaw untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas pada mata pelajaran PKn. Kegiatan utama dari penelitian ini adalah menerapkan model pembelajaran cooperative learning melalui teknik jigsaw di kelas X.IPA4 kurang lebih selama tiga bulan yaitu dari bulan September sampai bulan November 2015.
2. Prosedur teknis pengumpulan data
a. Lokasi dan subjek penelitian
1) Lokasi Penelitian
Menurut Nasution (1996: 43), lokasi penelitian merupakan lokasi situasi sosial yang mengandung unsur tempat, pelaku, dan kegiatan. Tempat atau lokasi penelitian ini dilaksanakan di kelas X.IPA4 SMAN ....... yang terletak di Jl. ..............................
2) Subjek Penelitian  contoh ptk pkn kurikulum 2013
Subjek dalam penelitian ini adalah guru PKn kelas X.IPA4 yang mengembangkan metode pembelajaran cooperatif learning melalui teknik jigsaw dan Siswa kelas X.IPA4 tahun ajaran 2015/2016.
b. Instrumen penelitian
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen tes dan non tes.
1) Instrumen Tes
Instrumen tes yang dimaksud adalah tes formatif dan tes sumatif. Tes formatif dan tes sumatif ini berupa soal uraian untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa. Pemilihan bentuk tes uraian bertujuan untuk menilai proses berpikir seseorang serta kemampuannya mengekspresikan buah pikiran (Sudjana dan Ibrahim, 2004: 262). Instrumen tes ini digunakan pada saat pretes dan postes dengan karakteristik setiap soal pada masing-masing tesnya adalah identik.
Instrumen tes yang berupa tes formatif dan tes sumatif ini sekaligus dimaksudkan sebagai lembar pengamatan pada setiap siklusnya. Pada siklus pertama, dilaksanakannya pretes dan soal tes kemampuan berpikir kritis yang masing-masing terdiri dari lima butir soal. Siklus kedua, soal tes kemampuan berpikir kritis. Siklus ketiga, soal tes kemampuan berpikir kritis dan dilaksanakan postes.
Tujuan dilaksanakannya pretes adalah untuk mengukur kemampuan awal siswa terhadap materi sistem hukum dan peradilan nasional. Sedangkan tujuan dilaksanakannya postes adalah untuk mengetahui kemampuan siswa setelah proses pembelajaran berlangsung. Hasil pretes dan postes dibandingkan untuk mengetahui gain sehingga terlihat apakah ada peningkatan kemampuan berpikir kritis atau tidak.
Soal tes kemampuan berpikir kritis ini terdiri dari lima butir soal. Untuk menjawab bentuk soal uraian, siswa dituntut menguraikannya secara terperinci dan sistematis, sehingga siswa harus menguasai materi tes dan siswa juga harus bisa untuk mengungkapkannya dalam bahasa sendiri. Dari indikator tersebut sehingga dapat dilihat kemampuan berpikir kritis siswa.
2) Instrumen Non Tes
Instrumen non tes meliputi lembar observasi, pedoman wawancara dan dokumentasi.
a. Lembar Panduan Observasi
Lembar panduan observasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu pedoman observasi terhadap aktivitas atau kinerja guru dan pedoman observasi terhadap aktivitas belajar siswa selama pengembangan tindakan dalam pembelajaran PKn dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning melalui teknik jigsaw. Untuk pedoman observasi kinerja guru di isi oleh pengamat, sedangkan pedoman observasi aktifitas belajar siswa diisi oleh guru dan pengamat.
b. Pedoman wawancara
Dalam penelitian ini pedoman wawancara digunakan untuk memperoleh data sehubungan dengan rencana pelaksanaan tindakan, pandangan dan pendapat guru dan siswa terhadap penerapan model pembelajaran cooperative learning melalui teknik jigsaw pada pembelajaran PKn.
c. Dokumentasi
Dokumentasi berkaitan dengan proses mencari data di lapangan dengan mencatat peristiwa atau hal-hal yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, notulen, agenda dan sebagainya. Pada penelitian ini, studi dokumentasi diperoleh dari buku-buku sumber yang berkaitan dengan penggunaan model cooperative lerning melalui teknik jigsaw.contoh ptk pkn kurikulum 2013
c. Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas
Prosedur penelitian tindakan ini akan dilakukan dalam 3 siklus. Tindakan yang dilakukan pada setiap siklus akan selalu dievaluasi, dikaji, dan direfleksikan dalam upaya meningkatkan efektivitas tindakan pada siklus berikutnya. Indikator untuk menunujukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran dan sejauh mana hasil belajar siswa dalam komponen civic knowledge, civic skill, dan civic disposition.
Semua informasi ini akan diperoleh dari lembar pengamatan (observasi) kegiatan pembelajaran siswa dalam beberapa pokok bahasan tertentu, lembar evaluasi diri siswa dalam aktivitas pembelajaran, lembar observasi kegiatan mengajar guru dan hasil kegiatan pembelajaran siswa melalui tes pormatif dan tes sumatif. Hasil observasi dan hasil evaluasi belajar dari setiap kegiatan pembelajaran akan selalu dikaji dan direfleksikan sehingga dapat menyempurnakan dan menguatkan tindakan yang akan dilakukan pada siklus berikutnya. Siklus ini tidak hanya berlangsung beberapa kali sehingga tujuan
Dalam setiap siklus akan dilakukan langkah-langkah penelitian dengan merujuk pada langkah-langkah Hopkins (1993: 88-89), yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan dan observasi, dan refleksi.
a. Perencanaan (planing)
Pada tahap ini akan dilaksanakan kegiatana-kegiatan seperti:
1) Membuat skenario pembelajaran, termasuk alat evaluasi yang diperlukan.
2) Membuat pedoman evaluasi diri dalam aktivitas proses pembelajaran kooperatif
3) Membuat lembar observasi kegiatan pembelajaran siswa dan guru. Pembuatan skenario pembelajaran dan alat evaluasi hasil belajar disusun dengan bimbingan dan arahan dosen pembimbing.contoh ptk pkn kurikulum 2013
Perencanaan ini dibuat setelah peneliti menyikapi kondisi siswa, fakta yang terjadi, melalui proses inkuiri. Hal ini dimaksudkan untuk menggali keadaan yang terjadi, sehingga dapat menentukan strategi apa yang diterapkan guru dalam pembelajaran. Pada saat perencanaan, peneliti membuat silabus dan rencana pembelajaran dilengkapi dengan sistem penilaian yang akan diberikan pada saat proses pembelajaran. Selain itu, peneliti juga mempersiapkan format observasi yaitu format kegiatan guru dan siswa di kelas X.IPA4.
Perencanaan bersama dilakukan antara peneliti dan guru mitra tentang topik kajian, waktu dan tempat observasi. Materi pokok yang disepakati yaitu tentang “Sikap Positif Terhadap Sistem Hukum dan Peradilan Nasional”, dengan tempat penelitian adalah di kelas X.IPA4.
b. Pelaksanaan tindakan dan Observasi (Action/Observation)
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah mengimplementasikan skenario pembelajaran yang telah dibuat. Sekaligus diamati dan dicermati pelaksanaannya menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan. Pelaksanaan tindakan berupa penerapan strategi pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dilakukan oleh guru PKn, sedangkan observasi kegiatan guru dan partisipasi siswa dalam pembelajaran kooperatif dilakukan oleh peneliti.
Tindakan ini bertujuan untuk memperbaiki keadaan, meningkatkan kualitas atau mencari solusi permasalahan. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran cooperatif learning melalui teknik jigsaw untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X.IPA4.contoh ptk pkn kurikulum 2013
Pada tahap ini mulai diajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk mendorong mereka mengatakan apa yang mereka pahami, dan apa yang mereka minati (Wiriatmadja, 2005: 67).
c. Refleksi (Reflection)  contoh ptk pkn kurikulum 2013
Tahap ini merupakan pengkajian terhadap tindakan yang telah dilakukan untuk menyempurnakan tindakan pada siklus berikutnya. Hasil observasi, hasil evaluasi pembelajaran, evaluasi diri siswa dalam aktivitas proses pembelajaran kooperatif akan dianalisis dan direfleksikan, sehingga dapat memperbaiki dan menguatkan rencana tindakan berikutnya. Selain itu dari kegiatan yang telah dilakukan, guru dan peneliti pun dapat merefleksikan diri dalam upaya meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran berikutnya. Pada kegiatan ini memberikan berbagai masukan (intervensi) untuk merencanakan tindakan kegiatan pembelajaran yang akan datang.
Kegiatan refleksi dilakukan oleh guru PKn dan peneliti berdasarkan hasil observasi, evaluasi hasil pembelajaran, dan evaluasi diri, serta meminta masukan dari siswa. Dari hasil refleksi kemudia guru PKn dan peneliti membuat rencana tindakan berikutnya untuk memperkuat rencana atau memperbaiki rencana tindakan berikutnya.
d. Diskusi Balikan (Feedback discussion)
Diskusi balikan atau refleksi kolaboratif antara peneliti dan guru mitra terhadap hasil observasi berlangsung secara cermat dan sistematis di dalam catatan lapangan (field note) terhadap pelaksanaan tindakan. Hasilnya selanjutnya didiskusikan bersama untuk direfleksi, recheck, dan atau reinterpretasi. Temuan yang diperoleh dan disepakati, kemudian dikajikan acuan bagi perumusan rencana pengembangan pembelajaran (action) berikutnya.

D.CONTOH TERBARU PTK PKN SMA KELAS X DOC

DAFTAR PUSTAKA


Ali, M. (2004). Guru Dalam Proses Belajar Men gajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Ambarsari, Y. A. (2007). Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Melalui Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning.
Skripsi: Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI Bandung:
Tidak diterbitkan.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Cooper et.al. (2002). What is cooperative learning. (Online). Tersedia: http://www.ed.gov/pubs/OR/ConsumerGuides/cooplear.html. (22 Desember 2004).
Depdiknas. (2001). Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA Siswa SLTP. (Online). Tersedia: www.DEPDIKNAS.GO.ID.
Depdiknas. (2001). Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi. (Online). Tersedia: www.DEPDIKNAS.GO.ID.
Depdiknas. (2001). Profil Pengajaran Sastra (Wacana Pengembangan Pengajaran Sastra Berbasis Kawasan). (Online). Tersedia: http://www.depdiknas.go.id/jurnal/53/0408 11 %20-Ed-%20karmin-profil%20pengajaran%20sastra.pdf.
Djahiri, K. A. (1996). Landasan Operasionalisasi Kurikulum PKn 1994. Bandung: Laboratorium Pengajaran PMP IKIP Bandung.
Djamarah, B. S. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Ibrahim, et.al. (2002). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan 
Rahmawati, D. (2006). Efektifitas Penggunaan Pembelajaran PKn Berbasis ‘Ccontroversial Issues’ Dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi: Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sagala, Syaiful. (2005). Konsep & Makna Pembelajran. Bandung: Alfabeta.
Setiawati, M. (2006). Efektifitas Pelaksanaan Metode Diskusi kelompok
Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.
Skripsi: Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI Bandung:
Tidak diterbitkan.
Solihat, E. dan Raharjo. (2007). Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.
Somantri, M. N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sopiyanti, L. (2005). Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatife Tipe Three Step Interview dan Tipe Jigsaw Dalam Sub Konsep Reproduksi Pada Manusia. Skripsi: Jurusan pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sudjana, N & Ibrahim. (2004). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sudjana, N. & Wari, S. (1991). Model-Model Mengajar CBSA. Bandung: Sinar baru.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
Wiriaatmadja, R. (2007). Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Terima kasih telah berkunjung di Musiyanto Blog yang membahas  CONTOH PTK PKN SMA TERBARU- ini dapat membantu Anda dalam penyusunan laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Jika berkenan, mohon bantuannya untuk memberi vote Google + Rekomendasikan ini di Google untuk halaman ini dengan cara mengklik tombol G+ di bawah. Jika akun Google anda sedang login, hanya dengan sekali klik voting sudah selesai. Terima kasih atas bantuannya.